'Ini pertarungan yang berat'



Wawancara Agus Wirahadikusumah:


Mantan Panglima Kostrad, Letjen Agus Wirahadikusumah, meninggal dunia di Rumah Sakit Pusat pertamina (RSPP), Jakarta, Kamis (30/8). Ketika berita ini diturunkan, belum diketahui apa penyebab meninggalnya Agus. Namun, rasanya banyak pihak sepakat bahwa kepergian salah satu orang yang disebut-sebut sebagai ‘Jendaral Reformis’ ini mengejutkan. Sebutan itu berkaitan dengan gebrakannya membersihkan satuan Kostrad dari sejumlah dugaan kasus korupsi. Gebrakan yang membuatnya terjungkal dari pucuk komandi Kostrad.

Untuk mengingat kembali peristiwa yang menyebabkan ia disebut sebagai kaum sepatu lars yang reformis, kami turunkan secara lengkap wawancara wartawan Tiarma Siboro dari Majalah TEMPO. Percakapan TEMPO ini hanya sesaat setelah Agus meninggalkan Mabes AD seusai keputusan pencopotannya sebagai pangkostrad. Wawancara ini sudah diturunkan dalam Laporan Utama Majalah TEMPO edisi Nomor 22/XXIX/31 Juli - 6 Agustus 2000.

Bagaimana Anda menanggapi keputusan mutasi ini?

Saya selalu berprinsip bahwa sebagai tentara, kita harus selalu siap ditugasi. Saya menerima semua ini dengan sepenuh hati dan sebagai sesuatu yang lumrah dalam ketentaraan, apalagi dalam situasi penuh dinamika sekarang ini. Setiap saat kita bisa bergeser, bisa berpindah, bisa naik, dan bisa ke mana pun.

Anda merasa mutasi kali ini ada hubungannya dengan langkah Anda membongkar korupsi di tubuh Kostrad?

Saya belum bisa menyimpulkan ataupun mengaitkannya ke situ karena saya belum tahu posisi apa selanjutnya yang akan diberikan kepada saya. Jika posisi saya nantinya adalah non-job, tentu saja ini bisa diartikan saya telah berbuat kesalahan menurut pimpinan tertentu. Namun, jika itu yang terjadi, saya pun tidak berkecil hati. Selama ini justru saya tetap konsisten, dan di mana pun saya akan tetap berjuang untuk menghadirkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan.

Bagaimana sebenarnya dukungan Mabes AD dan Mabes TNI terhadap upaya Anda membongkar korupsi itu?

Saya kira Mabes TNI belum tahu pasti bagaimana persoalannya. Baru pada tingkat pimpinan Angkatan Darat yang sudah saya lapori. Di situ jelas bahwa arahan dari pimpinan Angkatan Darat, dalam hal ini KSAD, terus melakukan pemeriksaan, dan apabila terdapat indikasi ataupun fakta-fakta hukum yang mengarah pada manipulasi atau korupsi, harus diproses secara hukum.

Sebelum audit merebak ke publik, Irjenad sudah menyatakan bahwa Letjen Djadja Suparman bersih. Kenapa Anda meneruskan penyidikan?

Penggunaan anggaran sebanyak Rp 190 miliar yang dihabiskan selama tiga bulan adalah sesuatu yang tidak wajar, dan patut ditelusuri ke mana dana itu digunakan. Saya kira semestinya masalah-masalah seperti ini perlu dibuktikan secara hukum oleh pejabat terdahulu saya, karena kita sudah punya komitmen untuk menegakkan supremasi hukum. Meski begitu, orang yang dituduh bertanggung jawab juga harus diberi hak membela. Jika kasus ini terus berproses secara hukum, di mahkamah militer nanti akan dibuktikan apakah tersangka bersalah atau tidak dalam kasus ini.

Apakah ada tekanan terhadap Anda ketika Mabes AD mengetahui ada upaya mengungkap kasus ini?

Terhadap saya pribadi tidak ada sama sekali. Tetapi terhadap staf-staf saya, saya mendapat laporan adanya tekanan itu. Bentuknya semacam pesan, bukan instruksi, untuk menutup kasus ini. Saya melihat ini merupakan bagian dari gesekan kepentingan lebih luas antara kepentingan lama dan kepentingan baru. Juga gesekan pemikiran. Banyak para petinggi belum siap dan bersikukuh untuk tidak menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan sekarang dan masa depan.
Anda dinilai terlalu radikal dalam langkah menghapus peran dwifungsi TNI. Pencopotan Anda ada kaitannya dengan ketidaksiapan sebagian kalangan tadi?

Saya kira tidak. Lama sebelum menduduki posisi Pangkostrad, saya berupaya untuk menghadirkan nilai-nilai jati diri TNI, termasuk di dalamnya upaya menghapus fungsi sosial-politik ABRI. Saya kira tidak relevan mengaitkan mutasi ini dengan sikap pimpinan TNI. Sebab, justru keputusan para pemimpin TNI-lah yang membenarkan penghapusan dwifungsi. Semua langkah TNI juga mengarah kepada wacana-wacana dan pemikiran-pemikiran yang selama ini kami perjuangkan.
Melihat reaksi TNI ini, bagaimana Anda memandang reformasi dalam tubuh TNI?

Sangat konservatif dan sangat normatif, sementara kita dihadapkan pada kesulitan-kesulitan yang sangat serius. Menurut saya, semakin cepat, semakin serius, dan semakin tegas kita mengambil langkah-langkah, semakin cepat dan mudah pula kesulitan-kesulitan itu diselesaikan.

Anda kecewa karena jabatan Pangkostrad terlalu ringkas sehingga tak bisa berbuat banyak?

Tentu saja dalam waktu yang relatif singkat kita selalu dihadapkan pada keterbatasan-keterbatasan. Tapi yang penting bukan soal lama atau tidak. Pada masa sekarang ini, lebih penting untuk bisa menanamkan benih-benih kebenaran dan keadilan, benih-benih konsistensi antara ucapan dan tindakan, benih-benih idealisme. Ini sangat penting agar TNI tetap menjaga panji-panji idealisme dan perjuangan reformasi ke depan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Ini senantiasa harus terus disemaikan. Saya merasa sudah melakukannya.


*Re-uploaded in Tempo Interaktif on 30 Oktober 2001